MAKALAH ETIKA PROFESI TEKNOLOGI
INFORMASI CYBER CRIME DAN CYBER LAW
Disusun untuk memenuhi nilai UAS mata kuliah Etika Profesi Teknologi
Informasi dan Komunikasi Semester 6
Disusun Oleh :
Ade Kurniawan 12151782
Ikhsan Nurdin 12151393
Lutvi Yanti Agustin 12155362
M.Isnan Fauzi 12152420
Siti Resmawati 12152949
Program Studi Manajemen
Informatika
Akademi Manajemen Informatika
dan Komputer Bina Sarana Informatika
Jakarta
2018
PEMBAHASAN
1. Cyber Crime
1.1. Pengertian Cyber Crime
Secara umum Cyber
Crime atau dalam bahasa indonesia “Kejahatan Dunia Maya” adalah kegiatan
yang menggunakan komputer sebagai alat, sasaran atau tempat terjadinya
kejahatan untuk kepentingan pribadi. Beberapa ahli mendefinisikan Cyber Crime sebagai berikut:
Menurut Andi Hamzah (2013) dalam judul bukunya Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer mengartikan Cyber Crime sebagai “kejahatan di bidang
komputer“ secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara
ilegal.
Menurut Girasa (2013) mendefinisikan Cyber Crime sebagai ”aksi kejahatan yang menggunakan teknologi
komputer sebagai komponen utama”.
Menurut M.Yoga.P (2013) memberikan definisi Cyber Crime yang lebih menarik yaitu “ kejahatan
dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi Cyber dan terjadi di dunia Cyber”.
Pada dasarnya Cyber
Crime meliputi tindak pidana yang berkenaan dengan sistem informasi baik
sistem informasi itu sendiri juga sistem komunikasi yang merupakan sarana untuk
penyampaian/pertukaran informasi kepada pihak lainnya.
1.2. Karakteristik Cyber Crime
Adapun
beberapa karakteristik Cyber Crime
tersebut adalah, sebagai berikut:
1.
Ruang Lingkup Kejahatan
Bersifat global.
Cyber Crime seringkali dilakukan
secara transnasional, melintasi batas
negara sehingga sulit dipastikan yuridikasi hukum negara yang berlaku terhadap
pelaku. Karakteristik internet dimana orang dapat berlalu-lalang tanpa
identitas (anonymous) memungkinkan
terjadinya berbagai aktivitas jahat yang tak tersentuh hukum.
2.
Sifat Kejahatan
Bersifat non-violence.
Tidak menimbulkan kekacauan yang mudah terlihat.
3.
Pelaku Kejahatan
Bersifat lebih universal.
Kejahatan dilakukan oleh orang-orang yang menguasai penggunaan internet beserta
aplikasinya.
4.
Modus Kejahatan
Keunikan kejahatan ini adalah penggunaan teknologi
informasi dalam modus operasinya sehingga sulit dimengerti orang-orang yang
tidak menguasai pengetahuan tentang komputer, teknik pemrograman, dan seluk
beluk dunia Cyber.
5.
Jenis Kerugian yang Ditimbulkan
Dapat bersifat material
maupun nonmaterial. Kerugiannya dapat
berupa hilangnya waktu, nilai, jasa, uang, barang, harga diri, martabat bahkan
kerahasiaan informasi.
Dari beberapa karakteristik diatas, untuk mempermudah
penanganannya maka Cyber Crime
diklasifikasikan :
1.
Cyberpiracy
Penggunaan teknologi komputer untuk mencetak ulang
software atau informasi, lalu mendistribusikan informasi atau software tersebut
lewat teknologi komputer.
2.
Cybertrespass
Penggunaan teknologi komputer untuk meningkatkan akses
pada sistem komputer suatu organisasi atau individu.
3.
Cybervandalism
Penggunaan teknologi komputer untuk membuat program yyang
mengganggu proses transmisi elektronik dan menghancurkan data di komputer.
1.3. Jenis-Jenis Cyber Crime
Jenis-jenis Cyber
Crime berdasarkan jenis aktivitasnya :
1. Unauthorized Access to Computer System and Service
Kejahatan
ini dilakukan dengan cara menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer
secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem
jaringan komputer yang dimasukinya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia.
2. Illegal Contents
Kejahatan
ini merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet
tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis dan dapat dianggap melanggar
hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu
berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri
pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi
atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi, dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah dan sebagainya.
3. Data Forgery
Kejahatan ini dilakukan dengan
tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet.
Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki
situs berbasis web database. Dokumen tersebut disimpan sebagai dokumen dengan
menggunakan media internet.
4. Cyber Espionage
Merupakan
kejahatan yang memanfaatkan internet untuk melakukan mata-mata terhadap pihak
lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran.
5. Penyebaran
Virus
Penyebaran virus pada umumnya
dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya
terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ketempat
lain melalui emailnya.
6. Cyber Stalking
Kejahatan jenis ini dilakukan
untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer.
7. Offense Against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap
Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) yang dimiliki pihak lain di internet.
Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang
lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata
merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.
8. Infringements of Privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap
informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia.
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang
tersimpan pada formulit data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat
merugikan korban secara material
maupun imaterial, seperti nomor kartu
kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi, dan sebagainya.
9. Fraud
Kejahatan ini merupakan kejahatan
manipulasi informasi dengan tujuan
mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya. Biasanya kejahatan yang dilakukan
adalah memanipulasi informasi keuangan, sebagai contoh adanya situs lelang fiktif.
10.
Cracking
Kejahatan
ini menggunakan teknologi komputer yang dilakukan untuk merusak sistem keamanan
pada di komputer dan biasanya melakukan pencurian dan tindakan anarkis begitu
mereka mendapatkan akses. Kita sering salah menafsirfan antara seorang Hacker dan Cracker. Kita berpikir bahwa Hacker
identik dengan perbuatan negatif, padahal Hacker
adalah orang yang senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu
hal yang sangat berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan
rahasia.
11.
Carding
Kejahatan
ini adalah kejahatan dengan menggunakan teknologi komputer untuk melakukan
transaksi dengan menggunakan credit card
orang lain sehingga dapat merugikan orang tersebut baik material maupun imaterial.
12.
Phishing
Kejahatan
ini berupa email penipuan yang seakan-akan berasal dari sebuah toko, bank, atau
perusahaan kartu kredit. Email ini mengajak anda untuk melakukan berbagai hal. Misalnya
memverifikasi informasi kartu kredit, meng-update
password, dan lainnya
13.
Gambling
Perjudian
tidak hanya dilakukan secara konvensional, tetapi juga sudah marak perjudian di
dunia Cyber yang berskala global.
2. Cyber Law
2.1. Pengertian Cyber Law
Hukum Siber (Cyber Law) adalah
istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain
yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Techonology) Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara.
Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan
teknologi informasi berbasis virtual.
Istilah hukum siber digunakan dalam tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa cyber jika diidentikkan dengan “dunia maya” akan cukup menghadapi persoalan ketika terkait
dengan pembuktian dan penegakan hukumnya. Mengingat para penegak hukum akan
menghadapi kesulitan jika harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan
sebagai “maya”, sesuatu yang tidak terlihat dan semu.
Di internet hukum itu adalah cyber
law, hukum yang khusus berlaku di dunia cyber.
Secara luas cyber law bukan hanya
meliputi tindak kejahatan di internet, namun juga aturan yang melindungi para
pelaku e-commerce, e-learning, pemegang hak cipta, rahasia
dagang, paten, e-signature dan masih
banyak lagi.
2.2. Tujuan Cyber Law
Cyber Law sangat dibutuhkan, kaitannya dengan
upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyber Law akan menjadi dasar hukum dalam proses
penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan
komputer, termasuk kejahatan pencurian uang dan kejahatan terorisme.
2.3. Ruang Lingkup Cyber Law
Pembahasan mengenai ruang lingkup ”Cyber Law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas
persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan
pemanfaatan Internet. Aspek tersebut meliputi :
1. Aspek
Hak Cipta
Hak cipta yang sudah diatur dalam UU Hak Cipta.
Aplikasi internet seperti website dan email membutuhkan perlindungan hak cipta.
Publik beranggapan bahwa informasi yang tersedia di internet bebas untuk
di-download, diubah, dan diperbanyak. Ketidakjelasan mengenai prosedur dan
pengurusan hak cipta aplikasi internet masih banyak terjadi.
2. Aspek
Merek Dagang
Aspek merek dagang ini meliputi identifikasi dan
membedakan suatu sumber barang dan jasa, yang diatur dalam UU Merek.
3. Aspek
Fitnah dan Percemaran Nama Baik
Hal ini meliputi gangguan atau pelanggaran terhadap
reputasi seseorang, berupa pertanyaan yang salah, fitnah, pencemaran nama baik,
mengejek, dan penghinaan. Walau semua tindakan tadi dilakukan dengan
menggunakan aplikasi internet, namun tetap tidak menghilangkan tanggung jawab
hukum bagi pelakunya. Jangan karena melakukan fitnah atau sekadar olok-olok di
email atau chat room maka kita bebas melenggang tanpa rasa bersalah. Ada korban
dari perbuatan kita yang tak segan-segan menggambil tindakan hukum.
4. Aspek
Privasi
Di banyak negara maju di mana komputer dan internet
sudah diaskes oleh mayoritas warganya, privasi menjadi masalah tersendiri.
Makin seseorang menggantungkan pekerjaannya kepada komputer, makin tinggi pula
privasi yang dibutuhkannya. Ada beberapa persoalan yang bisa muncul dari hal
privasi ini. Pertama, informasi personal apa saja yang dapat diberikan kepada
orang lain? Lalu apa sajakah pesan informasi pribadi yang tidak perlu diakses
orang lain? Apakah dan bagaimana dengan pengiriman informasi pribadi yang
anonim.
2.4. Topik-Topik Cyber Law
Secara garis besar
ada lima topik dari Cyber Law yaitu :
1.
Information Security, menyangkut keontentikan
pengirim atau penerima dan integritas
dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah
kerahasiaan dan kesahan tanda tangan elektronik.
2.
Online transaction, meliputi penawaran,
jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
3.
Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak
yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
4.
Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum
mengatur content yang dialirkan melalui internet.
5.
Regulation on-line contact, tata krama dalam
berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi
eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
2.5 Asas-Asas Cyber Law
Dalam
kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa
digunakan, yaitu:
1.
Subjective territoriality, menekankan bahwa keberlakuan
hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak
pidananya dilakukan di negara lain.
2.
Objective territoriality, Menyatakan bahwa hukum yang
berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan
dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
3.
Nationality, Menentukan bahwa negara
mempunyai yurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
4.
Passive nationality, Menekankan yurisdiksi
berdasarkan kewarganegaraan korban.
5.
Protective principle, Menyatakan berlakunya hukum
didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan
yang dilakukan diluar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah
negara atau pemerintah.
6.
Universality, Asas ini disebut juga sebagai
“universal interest jurisdiction”.
Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan
menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup
pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes
against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan
lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin
dikembangkan untuk internet piracy,
seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan
bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius
berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional. Oleh karena itu, untuk
ruang cyber dibutuhkan suatu hukum
baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat
berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu
tempat yang hanya dibatasi oleh screens
and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location.
2.3. Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)
Salah satu kemajuan teknologi informasi yang diciptakan pada akhir abad
ke-20 adalah internet. Jaringan komputer-komputer yang saling terhubung membuat
hilangnya batas-batas wilayah. Dunia maya menginternasionalisasi dunia nyata.
Dunia cyber yang sering disebut dunia
maya menjadi titik awal akselerasi distribusi informasi dan membuat dunia
internasional menjadi tanpas batas.
Teknologi informatika saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan
kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan kemajuan peradaban dunia, sekaligus
menjadi sarana efektif melawan hukum.
Maka untuk menghadapi sifat melawan hukum yang terbawa dalam perkembangan
informasi data di dunia maya diperlukan sebuah perlawanan dari hukum positif
yang ada. “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan
ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya” hal ini adalah
asas legalitas yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum pidana merupakan salah satu
instrumen dalam menghadapi perbuatan melawan hukum. Maka perlu dikaji lebih
mendalam secara teoritik bagaimana kebijakan hukum pidana yang dalam faktanya
sering kalah satu langkah dengan tindak pidana. Dalam hal ini terhadap kejahatan
penyalahgunaan informasi data di dunia cyber.
Sesuai Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE) Pasal 1
angka 1 bahwa : “Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,
electronic data interchange (EDI),
surat elektronik (electronic mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,
simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.
Terdapat sekitar banyak pasal yang mengatur tentang
perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, Berikut isi dari beberapa pasal
tersebut :
Pasal 27 ayat
1.
”Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan.”
2.
“Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan perjudian.”
3.
“Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
4.
“Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan pemerasan dan/atau pengancaman.”
Pasal 28 ayat
1.
“Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
2.
“Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan informasi yang ditnujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).”
Pasal 29
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.”
Pasal 30 ayat
1.
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
milik Orang lain dengan cara apa pun.”
2.
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik.”
3.
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol
sistem pengamanan.”
Pasal 31 ayat
1.
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau
Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.”
2.
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan
di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik
yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya
perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.”
3.
“Kecuali intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka
penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi
penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.”
4.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.”
Pasal 32 ayat
1.
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah,
mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik
Orang lain atau milik publik.”
2.
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang
lain yang tidak berhak.”
3.
“Terhadap perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh
publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.”
Pasal 33
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat
terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi
tidak bekerja sebagaimana mestinya.”
Pasal 34 ayat
1.
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan,
mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:”
a.
“perangkat keras atau perangkat lunak
Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;”
b.
“sandi lewat Komputer, Kode Akses,
atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi
dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.”
2.
“Tindakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan
penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik
itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.”
Pasal 35
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan,
penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut
dianggap seolah-olah data yang otentik.”
Pasal 36
“Setiap Orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.”
Pasal 37
“Setiap Orang dengan sengaja
melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang
berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.”
Atas pelanggaran pasal-pasal tersebut, Undang-Undang ITE
memberikan sanksi pidana yang cukup berat sebagaimana diatur dalam pasal berikut
:
Pasal 45 ayat
1.
“Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
2.
“Setiap orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”
3.
“Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama
12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
miliar rupiah).”
Pasal 46 ayat
1.
“Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).”
2.
“Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah).”
3.
“Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah).”
Pasal 47
“Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).”
Pasal 48 ayat
1.
“Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).”
2.
“Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).”
3.
“Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).”
Pasal 49
“Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).”
Pasal 50
“Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).”
Pasal 51 ayat
1.
“Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama
12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).”
2.
“Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama
12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua
belas miliar rupiah).”
Pasal 52 ayat
1.
“Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual
terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.”
2.
“Dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer
dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik
dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.”
3.
“Dalam hal perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer
dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak
terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga
internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman
pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.”
4.
“Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi
dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.”
2.4. Perkembangan Cyber Crime di Indonesia
Di
Indonesia sendiri juga sebenarnya mempunyai prestasi dalam bidang Cyber Crime yang patut diacungin jempol.
Walau di dunia nyata kita dianggap sebagai salah satu negara terbelakang,
tetapi prestasi yang sangat gemilang telah berhasil ditorehkan oleh para Hacker, Cracker, dan Carder lokal.
Virus
komputer yang dulunya banyak diproduksi di United State (US) dan Eropa
sepertinya juga mengalami “outsourcing”
dan globalisasi. Tahun 1986-2003, epicenter
virus computer dideteksi kebanyakan berasal dari Eropa, Amerika dan
beberapa negara lainnya seperti Jepang, Australia, India. Namun, hasil penelitian
mengatakan di beberapa tahun mendatang Mexico, India, dan Afrika yang akan
menjadi epicenter virus terbesar di
dunia dan juga bayangkan, Indonesia juga termasuk dalam 10 besar.
Seterusnya
5 tahun belakangan ini China, Eropa dan Brazil yang meneruskan perkembangan
virus-virus yang saat ini mengancam komputer kita semua. Tidak akan lama lagi
Indonesia akan terkenal, tetapi dengan nama yang kurang bagus. Alasannya
mungkin pemerintah kurang ketat dalam pengontrolan dalam dunia Cyber. Coba kita bandingkan dengan
Amerika, para Hacker di Amerika tidak
akan berani bergerak karena pengaturan yang ketat dan sistem kontrol high-tech
yang dimiliki pemerintah Amerika Serikat.
2.5. Contoh Kasus
1. Peretasan Akun Instagram
Jakarta-Seorang pelajar J (17) ditangkap subdit cyber crime Ditreskrimsus
Polda Metro Jaya karena meretas akun Instagram artis Verrell Bramasta (20).
Alih-alih memulihkan data IG anak Venna Melinda ini, pelaku memeras korban.
Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Fadil Imran mengatakan pelaku
ditangkap pada 27 mei 2016 lalu setelah polisi menerima laporan dari Verrel.
Pelaku awalnya meretas akun IG korban dan mengubah alamat email korban sehingga
korban tidak bisa mengakses akun IG-nya. “Setelah itu, pelaku menghubungi
korban dan menawarkan jasa pengembalian akun instagram korban dengan harga
Rp.50.000.000 juta selama 6 bulan,” ungkap Fadil, sabtu (4/6/2016).
Korban akhirnya menyetujui dengan kesepakatan membayar tahap awal sebesar
Rp.5.000.000 juta. Pelaku kemudian diciduk di salah satu mall di kawasan
Jakarta Selatan saat bertransaksi dengan korban. “Dari hasil pengembangan,
ternyata pelaku ini dibantu oleh kakaknya seorang mahasiswi berinisial AA
(21,.”ungkapnya.
Adapun barang bukti yang disita dari pelaku yakni 3 buah handphone,
1 macbook, 2 buah buku rekening dan 3 buah ATM. Atas perbuatannya,
kedua pelaku dipersangkakan dengan UU informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Mengingat pelaku masih di bawah umur, lanjut Fadil, pihaknya akan
berkomunikasi lebih jauh dengan KPAI dan Balai pemasyarakatan (Bapas).” Memang
dalam UU Perlindungan Anak ada tahap pendampingan dan rehabilitasi anak yang
berhadapan dengan hukum, dan kami juga akan berkoordinasi dengan KPAI dan Bapas
untuk penanganan selanjutnya,” jelas Fadil.
Menurut Fadil, pelaku tidak mengenyam pendidikan formal namun memiliki
kecerdasan yang cukup berpotensi. Pengalamannya meretas akun media sosial hanya
didapatnya secara otodidak. “Pelaku ini sekolahnya hanya kejar paket C. Tetapi dia
punya kemampuan IT yang itu dia dapat dari searching-searching
di internet,” imbuh Fadill.
Agar kemampuannya ini tersalurkan dengan baik, orang tua dan lembaga
pemerintah perannya sangat diperlukan dalam hal ini. “Semua harus care, tidak abai.Kami polisi terus melakukan giat pemolisian
masyarakat/polmas di dunia maya. Kami juga akan menggandeng civitas akademika
UI dan PTIK untuk mensosialisasikan kampanye ‘Save Child on The Internet’,” lanjutnya.
Lebih lanjut , polisi juga akan bekerjasama dengan provider untuk mengawasi konten-konten yang diakses melalui internet.
“Kita saling bertukar informasi dan melakukan upaya monitoring terhadap
konten-konten yang membahayakan, seperti salah satunya pornografi,” pungkasnya.
Analisis Kasus Peretasan Akun
Instagram
Ilustrasi kasus
·
Pelaku (J) meretas akun instagram korban.
·
Pelaku (J) merubah alamat email korban.
·
Pelaku (J) menghubungi korban dan menawarkan jasa
pengembalian akun instagram korban dengan harga Rp.50 juta selama 6 bulan.
·
Korban menyetujui dengan kesepakatan membayar tahap
awal sebesar Rp.5 juta.
·
Pelaku diciduk polisi di salah satu mall di kawasan
Jakarta Selatan saat bertransaksi dengan korban.
1. Memetakan aspek hukum yang dilanggar
Melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 30 yaitu sengaja dan tanpa hak
mengakses komputer atau sistem elektronik orang lain. Varian delik dalam pasal
30 UU ITE dapat dibagi menjadi tiga perbuatan, yaitu dengan sengaja dan tanpa
hak:
·
Mengakses komputer atau sistem elektronik.
·
Mengakses komputer atau sistem elektronik dengan
tujuan untuk memperoleh informasi elektronik.
·
Melampaui, menjebol, melanggar, sistem pengaman dari
suatu komputer atau sistem elektronik untuk dapat mengakses komputer atau
sistem elektronik tersebut.
Ancaman dari pasal 30 tersebut adalah
pidana penjara paling lama 8 Tahun dan atau denda paling banyak 800 juta rupiah
(Pasal 51 ayat 1 UU ITE).
1.
Melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 35 yaitu manipulasi informasi
atau dokumen elektronik yang berbunyi:
“Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan,
penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik
dengan tujuan agar informasi elektronik dan atau dokumen elektronik tersebut
dianggap seolah-olah data yang otentik”.
Ancaman dari pasal 35 tersebut adalah
pidana penjara paling lama 12 Tahun dan atau denda paling banyak 12 miliyar
rupiah (pasal 51 ayat 1 UU ITE).
1.
Pemerasan dan Pengancaman Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) dalam Pasal 368 ayat 1 KUHP:
“Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau
supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan,
dengan pidana penjara paling lama 9 Tahun.
2. Siapa yang terlibat dan perannya
Pelaku melakukan aksinya sendirian
dengan melalukan peretasan akun media sosial instagram milik korban dan meminta
sejumlah uang untuk pengembalian akun.
3.Motiv
·
Meretas akun instagram secara ilegal.
·
Memeras korban
4.Modus
·
.Mencari informasi tentang ID instagram korban.
·
Meretas akun instagram milik korban.
·
Mengganti e-mail korban.
·
Menghubungi korban dan meminta sejumlah uang tebusan.
5. Potensi bukti digital dan elektronik
yang ditemukan
·
3 buah handphone (call log, sms log,
gps, browser history).
·
1 buah Macbook (file log, dokumen, browser history).
·
2 buah buku rekening.
·
3 buah ATM.
2. Pembajakan Situs Resmi
Presiden SBY
Pembajakan ini terjadi pada tanggal 9 Januari 2013,
oleh seorang pegawai CV Suryatama di Jember yang bergerak di bidang usaha
penjualan sparepart komputer. Pada tanggal 25 Januari 2013 pelaku resmi
ditangkap dan diketahui bernama Wildan
( 22 th ). Pelaku mengaku belajar komputer secara
otodidak dan tindak
motifnya hanyalah iseng – iseng saja.
Pada kejadian ini pelaku telah berhasil menerobos
masuk ke situs , mengambil alih dan merubah situs tersebut. Bahkan diketahui
jika pelaku berhasil masuk ke database situs ini. Yang menjadi kekhawatiran
adalah jika pelaku mengambil berbagai macam informasi penting atau bahkan benar
– benar merusak konten – konten dalam situs ini.
Meskipun kasus ini adalah kasus Hacking, namun tindakan
memasukkan konten-konten secara illegal kedalam suatu situs adalah termasuk
tindak Cyber Crime Illegal Contents.
2. Surabaya Black Hat Pernah Retas 6 Situs
Pemerintahan di Jawa Timur
Tiga mahasiswa salah satu
universitas di Surabaya yang tergabung dalam kelompok peretas atau Hacker Surabaya, Black Hat, mengaku
pernah membobol enam situs pemerintahan di Jawa Timur pada tahun 2017. Aksi
mereka tercium polisi setelah melakukan pembobolan sejumlah situs baik dalam
dan luar negeri serta melakukan pemerasan. "Mereka mendeklair bertanggung
jawab atas peretasan enam situs pemerintahan di Jawa Timur," kata Kepala
Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus
Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu, Kamis (15/3/2018).
Sebelumnya diberitakan, Tim
Subdit IV Cyber Crime Ditreskrimsus
Polda Metro Jaya membekuk dua orang peretas atau hacker berinisial KPS dan NA
di daerah Surabaya, Jawa Timur. Penangkapan peretas yang menamakan diri
kelompok SBH itu dilakukan Minggu, 11 Maret 2018. Kelompok ini sudah membobol ratusan website
dalam dan luar negeri. "Mereka menjebol sistem pengamanan dari sistem
elektronik milik orang lain. Kemudian mengancam atau menakut-nakuti dengan
meminta sejumlah uang," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar
Polisi Argo Yuwono.
3. Peretasan
Ratusan Situs Di 44 Negara,Tiga Hacker Raup 200 jt Rupiah
Tiga mahasiswa yang
meretas 600 website di 44 negara telah meraup uang hasil kejahatan sebanyak
Rp200 juta. Komplotan Hacker ini telah beraksi sejak 2017 lalu.
Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu mengatakan, ketiga mahasiswa yang meretas 600 website itu meraup mulai dari Rp 50-200 juta."Setiap meretas, mereka meminta uang ke korbannya kalau mau sistemnya dipulihkan kembali. Uang tebusannya bervariasi, tapi bisa sampai Rp50-200 juta," kata Robertero kepada wartawan, Selasa (13/3/2018). Menurut Roberto, 600 website dan sistem IT yang tersebar di 44 negara yang sudah diretas tiga mahasiswa itu. Namun, jumlah itu kemungkinan bisa bertambah bergantung perkembangan penyelidikan di lapangan
Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu mengatakan, ketiga mahasiswa yang meretas 600 website itu meraup mulai dari Rp 50-200 juta."Setiap meretas, mereka meminta uang ke korbannya kalau mau sistemnya dipulihkan kembali. Uang tebusannya bervariasi, tapi bisa sampai Rp50-200 juta," kata Robertero kepada wartawan, Selasa (13/3/2018). Menurut Roberto, 600 website dan sistem IT yang tersebar di 44 negara yang sudah diretas tiga mahasiswa itu. Namun, jumlah itu kemungkinan bisa bertambah bergantung perkembangan penyelidikan di lapangan
Mereka, lanjut Roberto, beraksi dengan menggunakan metode SQL Injection untuk merusak database.
Terungkapanya aksi mereka itu setelah polisi menerima informasi dari FBI
tentang adanya puluhan sistem di 44 negara rusak.
Dalam pengembangan, ternyata bukan hanya 600 website saja yang diretas melainkan ada sebanyak 3.000 sistem IT yang jadi sasaran Hacking mereka. "Kita kerja sama dan mendapat informasi itu. Kita analisa sampai dua bulanan berdasarkan informasi dari FBI itu, ternyata lokasinya itu di Surabaya," ucapnya.
Dalam pengembangan, ternyata bukan hanya 600 website saja yang diretas melainkan ada sebanyak 3.000 sistem IT yang jadi sasaran Hacking mereka. "Kita kerja sama dan mendapat informasi itu. Kita analisa sampai dua bulanan berdasarkan informasi dari FBI itu, ternyata lokasinya itu di Surabaya," ucapnya.
4. Kasus
Pemerasan yang dilakukan 27 Warga Negara China
Tim gabungan dari Polri
dan pihak keamanan China menggerebek sebuah rumah mewah di Pondok Indah,
Jakarta Selatan. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Argo
mengatakan, penangkapan 27 WNA China itu dilakukan sekitar pukul 15.00 WIB,
Sabtu (29/7/2017). "Modus operasi yang dilakukan adalah penipuan dan
pemerasan. Mereka mengaku sebagai aparat penegak hukum (Polisi, Kejaksaan)
dengan korban kejahatan WNA di negara China," kata Argo kepada wartawan,
Sabtu (29/7/2017).
Argo melanjutkan, korban
adalah WNA yang berada di China. Korban diancam sedang terlibat kasus tertentu
yang sedang ditangani oleh aparat penegak hukum.
Kemudian korban dijanjikan bahwa kasusnya akan dibekukan dengan jaminan korban mengirimkan sejumlah uang ke rekening yang sudah dipersiapkan oleh pelaku.
"Setelah korban mengirimkan dan menyadari bahwa korban telah ditipu selanjutnya melaporkan peristiwa tersebut ke Kepolisian China," lanjutnya.
Kemudian korban dijanjikan bahwa kasusnya akan dibekukan dengan jaminan korban mengirimkan sejumlah uang ke rekening yang sudah dipersiapkan oleh pelaku.
"Setelah korban mengirimkan dan menyadari bahwa korban telah ditipu selanjutnya melaporkan peristiwa tersebut ke Kepolisian China," lanjutnya.
Orang yang diduga pelaku
jaringan Cyber Crime Internasional
yang diamankan sejumlah 27 orang (WNA mengaku WNA China) terdiri 15 orang laki
laki dan 12 orang perempuan. Barang bukti yang ditemukan antara lain Laptop 7
buah, Ipad mini 31 buah Ipad 1 buah, handytalky 12 buah, Wireless router 12
buah, hub network 3 buah, HP Nokia 4 buah, Numiric keyboard 17 buah, KTP Cina
20 buah dan paspor.
5. Diduga Hina Presiden
Jokowi di Facebook, Pria Ini Ditangkap dan Dibawa ke Mabes Polri
Kml alias A (40), warga Dusun Mekar Sari, Desa
Santong, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, yang diduga pelaku
penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo, ditangkap aparat gabungan tim
Bareskrim Polri dan Subdit 2 Ditreskrimsus Polda NTB.
Dalam media sosialnya di Facebook, Kml menyebut
Jokowi dengan kata yang tidak layak diunggah.“Benar, sudah ditangkap pelaku
yang diduga menghina Presiden Jokowi, Jumat (2/3/2018) pukul 01.30 Wita, oleh
aparat gabungan Bareskrim Polri dan Polda NTB, di Dusun Gili Trawangan, Desa
Gilu Indah, Lombok Utara,” terang Kabid Humas Polda NTB, AKBP Tribudi
Pangastuti, Sabtu (3/3/2018).
Tribudi mengatakan, yang bersangkutan diduga
melakukan tindak pidana di bidang ITE, yaitu melakukan ujaran kebencian dan
penghinaan, dan pencemaran nama baik yang ditujukan kepada Presiden Jokowi
dengan menggunakan akun Facebook "Jayang Rane".
Tribudi menambahkan, pelaku sudah dibawa ke
Direktorat Cyber Crime Mabes Polri
untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar