Selasa, 26 Juni 2018

Kasus Cyber Crime 5 Tahun Terakhir


MAKALAH ETIKA PROFESI TEKNOLOGI INFORMASI CYBER CRIME DAN CYBER LAW

 

Disusun untuk memenuhi nilai UAS mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi Semester 6

Disusun Oleh :

Ade Kurniawan        12151782
Ikhsan Nurdin           12151393
Lutvi Yanti Agustin  12155362
M.Isnan Fauzi           12152420
Siti Resmawati           12152949




Program Studi Manajemen Informatika
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika
Jakarta
2018




PEMBAHASAN

1.  Cyber Crime
1.1. Pengertian Cyber Crime
Secara umum Cyber Crime atau dalam bahasa indonesia “Kejahatan Dunia Maya” adalah kegiatan yang menggunakan komputer sebagai alat, sasaran atau tempat terjadinya kejahatan untuk kepentingan pribadi. Beberapa ahli mendefinisikan Cyber Crime sebagai berikut:
Menurut Andi Hamzah (2013)  dalam judul bukunya Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer mengartikan Cyber Crime sebagai “kejahatan di bidang komputer“ secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal.
Menurut Girasa (2013) mendefinisikan Cyber Crime sebagai ”aksi kejahatan yang menggunakan teknologi komputer sebagai komponen utama”.
Menurut M.Yoga.P (2013) memberikan definisi Cyber Crime yang lebih menarik yaitu “ kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi Cyber dan terjadi di dunia Cyber”.
Pada dasarnya Cyber Crime meliputi tindak pidana yang berkenaan dengan sistem informasi baik sistem informasi itu sendiri juga sistem komunikasi yang merupakan sarana untuk penyampaian/pertukaran informasi kepada pihak lainnya.


1.2. Karakteristik Cyber Crime
Adapun beberapa karakteristik Cyber Crime tersebut adalah, sebagai berikut:
1.    Ruang Lingkup Kejahatan
Bersifat global. Cyber Crime seringkali dilakukan secara transnasional, melintasi batas negara sehingga sulit dipastikan yuridikasi hukum negara yang berlaku terhadap pelaku. Karakteristik internet dimana orang dapat berlalu-lalang tanpa identitas (anonymous) memungkinkan terjadinya berbagai aktivitas jahat yang tak tersentuh hukum.
2.    Sifat Kejahatan
Bersifat non-violence. Tidak menimbulkan kekacauan yang mudah terlihat.
3.    Pelaku Kejahatan
Bersifat lebih universal. Kejahatan dilakukan oleh orang-orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya.
4.    Modus Kejahatan
Keunikan kejahatan ini adalah penggunaan teknologi informasi dalam modus operasinya sehingga sulit dimengerti orang-orang yang tidak menguasai pengetahuan tentang komputer, teknik pemrograman, dan seluk beluk dunia Cyber.
5.    Jenis Kerugian yang Ditimbulkan
Dapat bersifat material maupun nonmaterial. Kerugiannya dapat berupa hilangnya waktu, nilai, jasa, uang, barang, harga diri, martabat bahkan kerahasiaan informasi.
Dari beberapa karakteristik diatas, untuk mempermudah penanganannya maka Cyber Crime diklasifikasikan :


1.    Cyberpiracy
Penggunaan teknologi komputer untuk mencetak ulang software atau informasi, lalu mendistribusikan informasi atau software tersebut lewat teknologi komputer.
2.    Cybertrespass
Penggunaan teknologi komputer untuk meningkatkan akses pada sistem komputer suatu organisasi atau individu.
3.    Cybervandalism
Penggunaan teknologi komputer untuk membuat program yyang mengganggu proses transmisi elektronik dan menghancurkan data di komputer.

1.3. Jenis-Jenis Cyber Crime
Jenis-jenis Cyber Crime berdasarkan jenis aktivitasnya :
1.    Unauthorized Access to Computer System and Service
Kejahatan ini dilakukan dengan cara menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia.
2.    Illegal Contents
Kejahatan ini merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi, dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah dan sebagainya.
3.    Data Forgery
Kejahatan ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database. Dokumen tersebut disimpan sebagai dokumen dengan menggunakan media internet.
4.    Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan internet untuk melakukan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran.
5.    Penyebaran Virus
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ketempat lain melalui emailnya.
6.    Cyber Stalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer.
7.    Offense Against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.
8.    Infringements of Privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulit data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara material maupun imaterial, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi, dan sebagainya.
9.    Fraud
Kejahatan ini merupakan kejahatan manipulasi informasi dengan tujuan mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya. Biasanya kejahatan yang dilakukan adalah memanipulasi informasi keuangan, sebagai contoh adanya situs lelang fiktif.
10.              Cracking
Kejahatan ini menggunakan teknologi komputer yang dilakukan untuk merusak sistem keamanan pada di komputer dan biasanya melakukan pencurian dan tindakan anarkis begitu mereka mendapatkan akses. Kita sering salah menafsirfan antara seorang Hacker dan Cracker. Kita berpikir bahwa Hacker identik dengan perbuatan negatif, padahal Hacker adalah orang yang senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia.
11.              Carding
Kejahatan ini adalah kejahatan dengan menggunakan teknologi komputer untuk melakukan transaksi dengan menggunakan credit card orang lain sehingga dapat merugikan orang tersebut baik material maupun imaterial.


12.              Phishing
Kejahatan ini berupa email penipuan yang seakan-akan berasal dari sebuah toko, bank, atau perusahaan kartu kredit. Email ini mengajak anda untuk melakukan berbagai hal. Misalnya memverifikasi informasi kartu kredit, meng-update password, dan lainnya
13.              Gambling
Perjudian tidak hanya dilakukan secara konvensional, tetapi juga sudah marak perjudian di dunia Cyber yang berskala global.

2.  Cyber Law
2.1. Pengertian Cyber Law
Hukum Siber (Cyber Law) adalah istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi Informasi (Law of Information Techonology) Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan Hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual. Istilah hukum siber digunakan dalam tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa cyber jika diidentikkan dengan “dunia maya” akan cukup menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan penegakan hukumnya. Mengingat para penegak hukum akan menghadapi kesulitan jika harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai “maya”, sesuatu yang tidak terlihat dan semu.
Di internet hukum itu adalah cyber law, hukum yang khusus berlaku di dunia cyber. Secara luas cyber law bukan hanya meliputi tindak kejahatan di internet, namun juga aturan yang melindungi para pelaku e-commerce, e-learning, pemegang hak cipta, rahasia dagang, paten, e-signature dan masih banyak lagi.

2.2. Tujuan Cyber Law
Cyber Law sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyber Law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencurian uang dan kejahatan terorisme.

2.3. Ruang Lingkup Cyber Law
Pembahasan mengenai ruang lingkup ”Cyber Law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan Internet. Aspek tersebut meliputi :
1.      Aspek Hak Cipta
Hak cipta yang sudah diatur dalam UU Hak Cipta. Aplikasi internet seperti website dan email membutuhkan perlindungan hak cipta. Publik beranggapan bahwa informasi yang tersedia di internet bebas untuk di-download, diubah, dan diperbanyak. Ketidakjelasan mengenai prosedur dan pengurusan hak cipta aplikasi internet masih banyak terjadi.
2.      Aspek Merek Dagang
Aspek merek dagang ini meliputi identifikasi dan membedakan suatu sumber barang dan jasa, yang diatur dalam UU Merek.


3.      Aspek Fitnah dan Percemaran Nama Baik
Hal ini meliputi gangguan atau pelanggaran terhadap reputasi seseorang, berupa pertanyaan yang salah, fitnah, pencemaran nama baik, mengejek, dan penghinaan. Walau semua tindakan tadi dilakukan dengan menggunakan aplikasi internet, namun tetap tidak menghilangkan tanggung jawab hukum bagi pelakunya. Jangan karena melakukan fitnah atau sekadar olok-olok di email atau chat room maka kita bebas melenggang tanpa rasa bersalah. Ada korban dari perbuatan kita yang tak segan-segan menggambil tindakan hukum.
4.      Aspek Privasi
Di banyak negara maju di mana komputer dan internet sudah diaskes oleh mayoritas warganya, privasi menjadi masalah tersendiri. Makin seseorang menggantungkan pekerjaannya kepada komputer, makin tinggi pula privasi yang dibutuhkannya. Ada beberapa persoalan yang bisa muncul dari hal privasi ini. Pertama, informasi personal apa saja yang dapat diberikan kepada orang lain? Lalu apa sajakah pesan informasi pribadi yang tidak perlu diakses orang lain? Apakah dan bagaimana dengan pengiriman informasi pribadi yang anonim.

2.4. Topik-Topik Cyber Law
Secara garis besar ada lima topik dari Cyber Law yaitu :
1.      Information Security, menyangkut keontentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan kesahan tanda tangan elektronik.
2.      Online transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui  internet.
3.      Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
4.      Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
5.      Regulation on-line contact, tata krama dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.

2.5   Asas-Asas Cyber Law
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu:
1.     Subjective territoriality, menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
2.     Objective territoriality, Menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
3.     Nationality, Menentukan bahwa negara mempunyai yurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
4.     Passive nationality, Menekankan yurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
5.     Protective principle, Menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan diluar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.
6.     Universality, Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional. Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location.

2.3.  Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)
Salah satu kemajuan teknologi informasi yang diciptakan pada akhir abad ke-20 adalah internet. Jaringan komputer-komputer yang saling terhubung membuat hilangnya batas-batas wilayah. Dunia maya menginternasionalisasi dunia nyata. Dunia cyber yang sering disebut dunia maya menjadi titik awal akselerasi distribusi informasi dan membuat dunia internasional menjadi  tanpas batas. Teknologi informatika saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan kemajuan peradaban dunia, sekaligus menjadi sarana efektif melawan hukum.
Maka untuk menghadapi sifat melawan hukum yang terbawa dalam perkembangan informasi data di dunia maya diperlukan sebuah perlawanan dari hukum positif yang ada. “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya” hal ini adalah asas legalitas yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum pidana merupakan salah satu instrumen dalam menghadapi perbuatan melawan hukum. Maka perlu dikaji lebih mendalam secara teoritik bagaimana kebijakan hukum pidana yang dalam faktanya sering kalah satu langkah dengan tindak pidana. Dalam hal ini terhadap kejahatan penyalahgunaan informasi data di dunia cyber.
Sesuai Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE) Pasal 1 angka 1 bahwa : “Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Terdapat sekitar banyak pasal yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam UU ITE, Berikut isi dari beberapa pasal tersebut :
Pasal 27 ayat
1.      Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
2.      Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian.
3.      Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
4.      Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28 ayat
1.      Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
2.      Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditnujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Pasal 30 ayat
1.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
2.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
3.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal 31 ayat
1.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
2.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
3.      Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
4.      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32 ayat
1.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
2.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
3.      Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal 34 ayat
1.      Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a.       perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b.      sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
2.      Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.
Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.

Atas pelanggaran pasal-pasal tersebut, Undang-Undang ITE memberikan sanksi pidana yang cukup berat sebagaimana diatur dalam pasal berikut :
Pasal 45 ayat
1.      Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2.      Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
3.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 46 ayat
1.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
2.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
3.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 48 ayat
1.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
2.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
3.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 51 ayat
1.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
2.      Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).


Pasal 52 ayat
1.      Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.
2.      Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
3.      Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
4.      Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.


2.4.  Perkembangan Cyber Crime di Indonesia
Di Indonesia sendiri juga sebenarnya mempunyai prestasi dalam bidang Cyber Crime yang patut diacungin jempol. Walau di dunia nyata kita dianggap sebagai salah satu negara terbelakang, tetapi prestasi yang sangat gemilang telah berhasil ditorehkan oleh para Hacker, Cracker, dan Carder lokal.
Virus komputer yang dulunya banyak diproduksi di United State (US) dan Eropa sepertinya juga mengalami “outsourcing” dan globalisasi. Tahun 1986-2003, epicenter virus computer dideteksi kebanyakan berasal dari Eropa, Amerika dan beberapa negara lainnya seperti Jepang, Australia, India. Namun, hasil penelitian mengatakan di beberapa tahun mendatang Mexico, India, dan Afrika yang akan menjadi epicenter virus terbesar di dunia dan juga bayangkan, Indonesia juga termasuk dalam 10 besar.
Seterusnya 5 tahun belakangan ini China, Eropa dan Brazil yang meneruskan perkembangan virus-virus yang saat ini mengancam komputer kita semua. Tidak akan lama lagi Indonesia akan terkenal, tetapi dengan nama yang kurang bagus. Alasannya mungkin pemerintah kurang ketat dalam pengontrolan dalam dunia Cyber. Coba kita bandingkan dengan Amerika, para Hacker di Amerika tidak akan berani bergerak karena pengaturan yang ketat dan sistem kontrol high-tech yang dimiliki pemerintah Amerika Serikat.


2.5.  Contoh Kasus
1.      Peretasan Akun Instagram
Jakarta-Seorang pelajar J (17) ditangkap subdit cyber crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya karena meretas akun Instagram artis Verrell Bramasta (20). Alih-alih memulihkan data IG anak Venna Melinda ini, pelaku memeras korban.
Direktur Reskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Fadil Imran mengatakan pelaku ditangkap pada 27 mei 2016 lalu setelah polisi menerima laporan dari Verrel. Pelaku awalnya meretas akun IG korban dan mengubah alamat email korban sehingga korban tidak bisa mengakses akun IG-nya. “Setelah itu, pelaku menghubungi korban dan menawarkan jasa pengembalian akun instagram korban dengan harga Rp.50.000.000 juta selama 6 bulan,” ungkap Fadil, sabtu (4/6/2016).
Korban akhirnya menyetujui dengan kesepakatan membayar tahap awal sebesar Rp.5.000.000 juta. Pelaku kemudian diciduk di salah satu mall di kawasan Jakarta Selatan saat bertransaksi dengan korban. “Dari hasil pengembangan, ternyata pelaku ini dibantu oleh kakaknya seorang mahasiswi berinisial AA (21,.”ungkapnya.
Adapun barang bukti yang disita dari pelaku yakni 3 buah handphone, 1 macbook, 2 buah buku rekening dan 3 buah ATM. Atas perbuatannya, kedua pelaku dipersangkakan dengan UU informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Mengingat pelaku masih di bawah umur, lanjut Fadil, pihaknya akan berkomunikasi lebih jauh dengan KPAI dan Balai pemasyarakatan (Bapas).” Memang dalam UU Perlindungan Anak ada tahap pendampingan dan rehabilitasi anak yang berhadapan dengan hukum, dan kami juga akan berkoordinasi dengan KPAI dan Bapas untuk penanganan selanjutnya,” jelas Fadil.
Menurut Fadil, pelaku tidak mengenyam pendidikan formal namun memiliki kecerdasan yang cukup berpotensi. Pengalamannya meretas akun media sosial hanya didapatnya secara otodidak. “Pelaku ini sekolahnya hanya kejar paket C. Tetapi dia punya kemampuan IT yang itu dia dapat dari searching-searching di internet,” imbuh Fadill.
Agar kemampuannya ini tersalurkan dengan baik, orang tua dan lembaga pemerintah perannya sangat diperlukan dalam hal ini. “Semua harus care, tidak abai.Kami polisi terus melakukan giat pemolisian masyarakat/polmas di dunia maya. Kami juga akan menggandeng civitas akademika UI dan PTIK untuk mensosialisasikan kampanye ‘Save Child on The Internet’,” lanjutnya.
Lebih lanjut , polisi juga akan bekerjasama dengan provider untuk mengawasi konten-konten yang diakses melalui internet. “Kita saling bertukar informasi dan melakukan upaya monitoring terhadap konten-konten yang membahayakan, seperti salah satunya pornografi,” pungkasnya.
Analisis Kasus Peretasan Akun Instagram
Ilustrasi kasus
·         Pelaku (J) meretas akun instagram korban.
·         Pelaku (J) merubah alamat email korban.
·         Pelaku (J) menghubungi korban dan menawarkan jasa pengembalian akun instagram korban dengan harga Rp.50 juta selama 6 bulan.
·         Korban menyetujui dengan kesepakatan membayar tahap awal sebesar Rp.5 juta.
·         Pelaku diciduk polisi di salah satu mall di kawasan Jakarta Selatan saat bertransaksi dengan korban.
1. Memetakan aspek hukum yang dilanggar
Melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 30 yaitu sengaja dan tanpa hak mengakses komputer atau sistem elektronik orang lain. Varian delik dalam pasal 30 UU ITE dapat dibagi menjadi tiga perbuatan, yaitu dengan sengaja dan tanpa hak:
·         Mengakses komputer atau sistem elektronik.
·         Mengakses komputer atau sistem elektronik dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik.
·         Melampaui, menjebol, melanggar, sistem pengaman dari suatu komputer atau sistem elektronik untuk dapat mengakses komputer atau sistem elektronik tersebut.
Ancaman dari pasal 30 tersebut adalah pidana penjara paling lama 8 Tahun dan atau denda paling banyak 800 juta rupiah (Pasal 51 ayat 1 UU ITE).
1.      Melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 35 yaitu manipulasi informasi atau dokumen elektronik yang berbunyi:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik”.
Ancaman dari pasal 35 tersebut adalah pidana penjara paling lama 12 Tahun dan atau denda paling banyak 12 miliyar rupiah (pasal 51 ayat 1 UU ITE).
1.      Pemerasan dan Pengancaman Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Pasal 368 ayat 1 KUHP:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama 9 Tahun.
2. Siapa yang terlibat dan perannya
Pelaku melakukan aksinya sendirian dengan melalukan peretasan akun media sosial instagram milik korban dan meminta sejumlah uang untuk pengembalian akun.

3.Motiv
·         Meretas akun instagram secara ilegal.
·         Memeras korban
4.Modus
·         .Mencari informasi tentang ID instagram korban.
·         Meretas akun instagram milik korban.
·         Mengganti e-mail korban.
·         Menghubungi korban dan meminta sejumlah uang tebusan.
5. Potensi bukti digital dan elektronik yang ditemukan
·         3 buah handphone (call log, sms log, gps, browser history).
·         1 buah Macbook (file log, dokumen, browser history).
·         2 buah buku rekening.
·         3 buah ATM.

2. Pembajakan Situs Resmi Presiden SBY
Pembajakan ini terjadi pada tanggal 9 Januari 2013, oleh seorang pegawai CV Suryatama di Jember yang bergerak di bidang usaha penjualan sparepart komputer. Pada tanggal 25 Januari 2013 pelaku resmi ditangkap dan diketahui bernama Wildan
( 22 th ). Pelaku mengaku belajar komputer secara otodidak dan tindak motifnya hanyalah iseng – iseng saja.
Pada kejadian ini pelaku telah berhasil menerobos masuk ke situs , mengambil alih dan merubah situs tersebut. Bahkan diketahui jika pelaku berhasil masuk ke database situs ini. Yang menjadi kekhawatiran adalah jika pelaku mengambil berbagai macam informasi penting atau bahkan benar – benar merusak konten – konten dalam situs ini.
Meskipun kasus ini adalah kasus Hacking, namun tindakan memasukkan konten-konten secara illegal kedalam suatu situs adalah termasuk tindak Cyber Crime Illegal Contents.
2. Surabaya Black Hat Pernah Retas 6 Situs Pemerintahan di Jawa Timur
Tiga mahasiswa salah satu universitas di Surabaya yang tergabung dalam kelompok peretas atau Hacker Surabaya, Black Hat, mengaku pernah membobol enam situs pemerintahan di Jawa Timur pada tahun 2017. Aksi mereka tercium polisi setelah melakukan pembobolan sejumlah situs baik dalam dan luar negeri serta melakukan pemerasan. "Mereka mendeklair bertanggung jawab atas peretasan enam situs pemerintahan di Jawa Timur," kata Kepala Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu, Kamis (15/3/2018).  
Sebelumnya diberitakan, Tim Subdit IV Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya membekuk dua orang peretas atau hacker berinisial KPS dan NA di daerah Surabaya, Jawa Timur. Penangkapan peretas yang menamakan diri kelompok SBH itu dilakukan Minggu, 11 Maret 2018.  Kelompok ini sudah membobol ratusan website dalam dan luar negeri. "Mereka menjebol sistem pengamanan dari sistem elektronik milik orang lain. Kemudian mengancam atau menakut-nakuti dengan meminta sejumlah uang," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono.
3. Peretasan Ratusan Situs Di 44 Negara,Tiga Hacker Raup 200 jt Rupiah
Tiga mahasiswa yang meretas 600 website di 44 negara telah meraup uang hasil kejahatan sebanyak Rp200 juta. Komplotan Hacker ini telah beraksi sejak 2017 lalu.
Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Roberto Pasaribu mengatakan, ketiga mahasiswa yang meretas 600 website itu meraup mulai dari Rp 50-200 juta."Setiap meretas, mereka meminta uang ke korbannya kalau mau sistemnya dipulihkan kembali. Uang tebusannya bervariasi, tapi bisa sampai Rp50-200 juta," kata Robertero kepada wartawan, Selasa (13/3/2018). Menurut Roberto, 600 website dan sistem IT yang tersebar di 44 negara yang sudah diretas tiga mahasiswa itu. Namun, jumlah itu kemungkinan bisa bertambah bergantung perkembangan penyelidikan di lapangan
Mereka, lanjut Roberto, beraksi dengan menggunakan metode SQL Injection untuk merusak database. Terungkapanya aksi mereka itu setelah polisi menerima informasi dari FBI tentang adanya puluhan sistem di 44 negara rusak.
Dalam pengembangan, ternyata bukan hanya 600 website saja yang diretas melainkan ada sebanyak 3.000 sistem IT yang jadi sasaran Hacking mereka. "Kita kerja sama dan mendapat informasi itu. Kita analisa sampai dua bulanan berdasarkan informasi dari FBI itu, ternyata lokasinya itu di Surabaya," ucapnya.
4. Kasus Pemerasan yang dilakukan 27 Warga Negara China 
Tim gabungan dari Polri dan pihak keamanan China menggerebek sebuah rumah mewah di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Argo mengatakan, penangkapan 27 WNA China itu dilakukan sekitar pukul 15.00 WIB, Sabtu (29/7/2017). "Modus operasi yang dilakukan adalah penipuan dan pemerasan. Mereka mengaku sebagai aparat penegak hukum (Polisi, Kejaksaan) dengan korban kejahatan WNA di negara China," kata Argo kepada wartawan, Sabtu (29/7/2017). 
Argo melanjutkan, korban adalah WNA yang berada di China. Korban diancam sedang terlibat kasus tertentu yang sedang ditangani oleh aparat penegak hukum.
Kemudian korban dijanjikan bahwa kasusnya akan dibekukan dengan jaminan korban mengirimkan sejumlah uang ke rekening yang sudah dipersiapkan oleh pelaku.
"Setelah korban mengirimkan dan menyadari bahwa korban telah ditipu selanjutnya melaporkan peristiwa tersebut ke Kepolisian China," lanjutnya.

Orang yang diduga pelaku jaringan Cyber Crime Internasional yang diamankan sejumlah 27 orang (WNA mengaku WNA China) terdiri 15 orang laki laki dan 12 orang perempuan. Barang bukti yang ditemukan antara lain Laptop 7 buah, Ipad mini 31 buah Ipad 1 buah, handytalky 12 buah, Wireless router 12 buah, hub network 3 buah, HP Nokia 4 buah, Numiric keyboard 17 buah, KTP Cina 20 buah dan paspor.
5. Diduga Hina Presiden Jokowi di Facebook, Pria Ini Ditangkap dan Dibawa ke Mabes Polri
Kml alias A (40), warga Dusun Mekar Sari, Desa Santong, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, yang diduga pelaku penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo, ditangkap aparat gabungan tim Bareskrim Polri dan Subdit 2 Ditreskrimsus Polda NTB.
Dalam media sosialnya di Facebook, Kml menyebut Jokowi dengan kata yang tidak layak diunggah.“Benar, sudah ditangkap pelaku yang diduga menghina Presiden Jokowi, Jumat (2/3/2018) pukul 01.30 Wita, oleh aparat gabungan Bareskrim Polri dan Polda NTB, di Dusun Gili Trawangan, Desa Gilu Indah, Lombok Utara,” terang Kabid Humas Polda NTB, AKBP Tribudi Pangastuti, Sabtu (3/3/2018).
Tribudi mengatakan, yang bersangkutan diduga melakukan tindak pidana di bidang ITE, yaitu melakukan ujaran kebencian dan penghinaan, dan pencemaran nama baik yang ditujukan kepada Presiden Jokowi dengan menggunakan akun Facebook "Jayang Rane".
Tribudi menambahkan, pelaku sudah dibawa ke Direktorat Cyber Crime Mabes Polri untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan.